IMMawati, Kaum Perempuan dalam Ikatan



IMMawati

Berangkat dari diktum Al Qur’an tentang terbukanya  pintu kemuliaan di sisi Allah buat mereka yang paling takwa, laki-laki maupun perempuan(Al Hujurat: 13). Seorang Muslim laki-laki dan perempuan yang bertakwa dijamin ayat ini untuk meraih kemuliaan di sisi Allah, asalkan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Posisi pemimpin formal (laki-laki dan perempuan) akan menjadi mulia di mata rakyat jika ia bertakwa dengan menegakkan keadilan dan siap bekerja keras untuk meningkatkan kemakmuran bersama taanpa pilih kasih. Adil berarti menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya yang tepat. Sebaliknya zalim adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang salah. Pemimpin laki-laki atau perempuan yang adil haruslah memenuhi kriteria elementer tetapi cukup mendasar ini.

Dengan ini kita ingin melihat dunia ini tanpa dikriminasi antara laki-laki dan perempuan. Dalam wacana modern, keadilan gender harus ditegakkan secara proporsional. Kaum perempuan yang merasa tertindas selama berabad-abad, tidak terkecuali di dunia islam, dengan pendapat ini telah memeperoleh hak-haknya yang sejati. Bukan dimainkan oleh ketentuan fiqh ataupun aturan-aturan lain yang pada umumnya ditulis laki-laki.

Ikatan Mahaiswa Muhammadiyah sebagai organisasi modern, dalam prosesnya pun tak dapat mengelakkan diri tentang hak-hak perempuan termasuk dalam hal kepemimpinan. Ikatan setali tiga uang dengan apa tertulis di atas, memberikan kebebasan kepada kader-kadernya baik laki-laki maupun perempuan(Immawan dan Immawati) untuk ikut berperang aktif dalam menahkodai kepemimpinan dalam Ikatan pada semua level kepemimpinan. Sebagai bukti, IMM dalam perjalanan sejarahnya telah melahirkan banyak kaum perempuan dalam menehkodai kepemimpinan ikatan, sebut saja Andi Nurpati, Sumiati AS, Baiq Budiati dll. Tetepi justru seiring dengan berjalannya waktu apa yang tertorehkan di masa lalu tidak selaras dengan apa yang ada saat ini. Sedikit banyak telah ada pergeseran dalam diri kaum perempun Ikatan(IMMawati), sebagai contoh dapat kita lihat dalam Muktamar terakhir IMM di Kota Medan, yang ternyata tak satu pun Immawati yang dapat menembus formatur 13 DPP IMM. Itu secara nasional, secara lokal untuk sulawesi selatan misalnya sebagai daerah dimana penulis lahir dan dibesarkan juga dalam  kondisi yang tak berbeda jauh dalam skala nasional. Keadaan immawati dalam ruang lingkup sul-sel  masih mengkwatirkan, terutama dalam hal pemahaman dan tafsiran tentang aturan main organisasi. Masih banyak dikalangan Immawati dalam berbagai level kepempianan yang terkadang dalam mengambil langkah kebijakan keluar dari koridor jalur koordiansi.

Bagan ini bukan bermaksud ingin memvonis bahwa Immawati selama ini sedang dalam keadan tidak siuman memnjam sedikit istilah dari buya syafii Maarif dan harus dipaksa untuk bangun dan menyadari secara realistis tentang keadaan dan orientasi arah gerakannya. Tetapi inti tulisan ini hanya ingin sekedar mengajak kepada segenap kader IMM terkhusus immawati untuk memiliki kesadaran yang maksimal dengan peran-peran yang harus dimainkan sebagai kaum perempuan. Sehingga tak terdengar lagi wacana dan kritkan-kritikan tajam yang dialamatkan kepada Immawati sebagai kaum perempuan yang tak punya orientasi yang jelas.


Posisi IMMawati dalam Ikatan
Bagi IMM, kaum perempuan yang dalam bahasa internalnya disebut IMMawati memang sangatlah istimewa dengan diberikan forsi dan kedudukan jika dilihat secara struktural dengan adanya bidang khusus Immawati (Bidang Immawati) dari pucuk pusat hingga  grass root komisariat. Namun, walau begitu ternyata masih banyak immawati yang seakan tidak paham dengan kedudukannya. Mereka menafsirkan lebih dari itu, terkadang dalam internalnya muncul anggapan bahwa immawati dalam IMM itu berdiri sendiri sama halnya dengan Kohati di HMI. Pemahaman-pemahaman seperti ini memang tidaklah terlalu urgen, tetapi perlu untuk kita ingat bahwa bukankah kesalahan-kesalahan besar itu juga berangkat dari kesalahan-kesalahan kecil. Olehnya pemahaman-pemahaman seperti ini harus segera dibenahi dan diluruskan agar tidak semakin berlarut-larut yang pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan dalam internal Immawan dan Immawati hanya karena kesalahpahaman seperti ini.

Selain itu, dampak lain yang tengah menggerogoti Immawati akhir-akhir ini adalah keterjebakan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan kesetaraan gender, konsep gender dalam Islam secara sederhana memang mendudukkan antara laki-laki dan perempuan sama, tetapi itu tanda kutip dalam hal-hal tertentu saja. Artinya jangan sampai atas nama kesetaraan gender hal-hal mendasar tentang keperempuanan itu akan terabaikan, hal ini bukannya tanpa alasan karena melihat realita keseharian sebahagian immawati, banyak yang semestinya adalah wilayah kerja-kerja keperempuanan sudah terabaikan oleh Immawati dan justru diambil alih oleh immawan, keterbukaan pun sudah semakin sulit untuk ditemui. Lebih dari itu ada kecenderungan dari segelintir immawati yang coba membuat kelompok-kelompok dalam rangka membangun suatu kekuatan untuk meligitimasikan diri bahwa merekalah yang paling hebat dan paling pantas untuk diteladani.

IMMawati ke depan
Kalau kita kembali  untuk membuka lembaran sejarah,  sesungguhnya Djazman Al Kindi sebagai pendiri IMM tidakalah pernah mencita-citakan IMM akan mengalami hal yang seperti ini, mengingat bahwa IMM didirikan sebagai kepanjangan tangan dakwah Muhammadiyah dalam dunia kemahasiswaan. Jadi tujuan akhir dari IMM sebagaimana yang tercantum dalam AD IMM Bab II Pasal 6 “mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”  sebagai tujuan akhir kita bersama baik Immawan maupun immawati. Dari sini perlu pula untuk ditambahkan bahwa tujuan inilah yang merupakan cita-cita dari personal kader dan organisasi secara kolektif menjadikan spirit dalam diri untuk berproses menjalani kehidupan serta jalannya organisasi. (M.Abd.Halim Sani:2011).

Selain itu, sudah semestinya kita kembali kepada rujukan organisasi kita yang merupakan hasil keputusan Muktamar ataupun muyawarah-musywarah yang lain. Jadi yang perlu untuk dipikirkan adalah bagaimana mencari strategi-strategi baru yang dinamis dan efektif serta terorganisir dengan baik dalam rangka memenuhi harapan-harapan umat masa kini dan di masa yang akan datang.

Immawati idealnya harus bergerak secara organisasi dengan melibatkan semua pihak, kedepankan keterbukaan, kita pikirkan dan musyawarakan bersama bagaimana formulasi gerakan Immawati yang terbaik sesuai dengan konteks zamannya tanpa meningglakan nilai-nilai yang mendasar itu. Kita yakin bahwa dengan keterbukaan dan kebersamaan, sikap saling percaya dan saling mendukung satu sama lain akan terbangun dan menjadi sebuah keniscayaan dalam ikatan.


Sebuah tawaran : Paradigma Gerakan
Tinjauan paradigmatik tentang eksistensi IMM mencakup Immawan dan Immawati, secara literal sudah terkonsepsikan dalam identitasnya yang terbagi menjadi enam poin yakni: (1) sebagai kader yang didukung kualitas; (2) memadukan akidah dan intelektualitas; (3) tertib ibadah; (4) tekun belajar; (5) iimu amaliyah dan amal ilmiyah; dan (6) untuk kepentingan masyarakat.(2007:67).

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa IMM merupakan organisasi kader yang bertekad untuk terus meningkatkan kualitas diri, memiliki komitmen yang kuat dalam agama (Islam), akademis (intelektualitas) dan dalam bidang sosial (kepentingan masyarakat). Inilah yang semestinya harus kita pelajari kembali dan pahami secara proporsional baik Immawan maupun Immawati, agar setiap langkah gerakan kita senantiasa terkoordinasi serta sesuai dengan apa yang menjadi identitas dan landasan dari organisasi kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Falsafah Hari, Pesan Untuk Kader IMM

Belajar Dari Prof dr Budu

Tuberculosis di Tengah Pandemi Corona