Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Bahasa Indonesia yang Belum Bermartabat

Gambar
(Catatan untuk Kongres Bahasa Indonesia XI, yang berlangsung 28-31 Oktober 2018) Beberapa tahun silam, dalam satu kesempatan kuliah, penulis pernah bertanya kepada seorang dosen, kebetulan Profesor dalam bidang ilmu bahasa. "Pak, kenapa itu kalau kita orang Indonesia ke luar negeri  harus menggunakan bahasa mereka, tetapi tiba giliran mereka yang datang ke negeri ini, kita juga masih menyambutnya dengan bahasa mereka?" Mendengar pertanyaan tersebut, sang profesor menjawab secara normatif dengan menyebut itu karena Bahasa Indonesia belum menjadi Bahasa Internasional. Tetapi ia kemudian menyambung dengan ledekan bahwa itulah juga tidak tahu dirinya kita. Secara tersirat ada dua jawaban dari sang dosen. Bahasa Indonesia menuju Bahasa Internasional Bahasa Indonesia saat ini memang belum menjadi Bahasa Internasional, tersirat kata belum, artinya sebenarnya ada kesempatan. Bahasa Indonesia saat ini kian tumbuh sebagai bahasa yang mapan dan modern. Menurut Kepala Bala

Menjagokan Kroasia Juarai Piala Dunia 2018

Gambar
Pilihan Dukungan (Catatan Subjektif Pendukung Baru yang Menanti Juara Baru) Biasanya kita mendukung atau menjagokan sesuatu dalam sebuah kompetisi itu berdasarkan subjektivitas. Kita mendukung tim sepak bola Indonesia karena kita orang Indonesia, kita menjagokan PSM Makassar karena kita orang Makassar atau Sulsel. Pada gelaran Piala dunia 2018 Rusia ini, di awal kompetisi dukungan kita terpencar. Ada yang menjagokan Brazil dengan alasan di sana ada Neymar pemain favortinya, ada yang jagokan Argentina karena Messi, ada yang jagokan Portugal karena Ronaldo, ada yang jagokan Jerman karena Ozil, ada yang jagokan Mesir karena Mohammad Salah, berdasarkan pemain favorit atau negara klub favorit. Ada pula dukungan atas dasar kedekatan, kesamaan agama atau karena pernah ke sana, seperti menjagokan Australia karena tetangga, menjagokan Korea karena banyak "Oppa", menjagokan Jepang karena sesama negara Asia, menjagokan Iran karena Republik Islam, menjagokan Arab Saud

Medsos dan Pesan Keteladanan di Bulan Ramadan

Gambar
Epaper Koran Harian Tribun Timur, 12 Juni 2018 Ada yang berbeda dari bulan Ramadan tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bukan karena tahun ini kebetulan tahun politik (pilkada), sehingga diplesetkan juga sebagai Ramadan politik, jadi itu bedanya. Namun, perbedaan itu dari sisi nuansa dan pesan yang hadir secara beruntun pada Ramadan kali ini. Tidak melulu melalui ceramah tarawih dari atas mimbar-mimbar masjid, melainkan melalui media sosial yang mengabarkan pesan keteladanan. Melalui media sosial, pesan keteladanan itu pertama datang dari seorang Pesepak bola bernama Muhamad Salah, bintang Liverpool yang berhasil menarik perhatian dunia bukan hanya karena kehebatannya di atas lapangan hijau. Sebagai seorang Muslim melalui sepak bola ia berhasil menampilkan wajah Islam yang sesungguhnya kepada dunia, yaitu Islam yang modern dan berprestasi. Tampil hebat, menjadi pribadi yang saleh di dalam dan di luar lapangan, ia berhasil menepis Islamophobia. Bahkan berkat capai

Pengalamanku dengan Teman yang Bercadar

Gambar
ilustrasi Beberapa hari ini, berita mengenai larangan menggunakan cadar di institusi pendidikan banyak menghiasi media daring. Hal itu terjadi setelah adanya kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang mengeluarkan surat keputusan untuk "membina" dan memebrikan pilhan bagi mahasiswa bercadar di kampusnya. Akibat kebijakan ini, pro dan kontra pun terjadi, ada yang mendukung tapi tak sedikit yang menolak dengan berbagai argumentasi. Ada yang menuding bahwa kebijakan rektor ini diskriminatif dan asumtif. (Baca : https://tirto.id/argumen-lemah-rektor-uin-yogya-soal-larangan-cadar-cFMy ). Tentang Pengalamanku dengan teman yang bercadar Suatu waktu saya pernah sekelas dengan perempuan bercadar, bahkan kami akrab. Karena keakraban itu, kami terdorong untuk sering bertukar pikiran, mendialogkan sedikit banyak hal seputar akademik, moral, dan kadang-kadang menyentil sebab hal yang membuatnya bercadar. Saya sendiri sebenarnya tidak sepaham dengan ajaran yang menun

Digitalisasi yang Merenggut Kebahagiaan

Gambar
Seorang kawan mengungkapkan rasa jenuhnya atas media sosial dan aktivitas digital yang dilakoninya beberapa tahun ini. Ia bahkan berani berkesimpulan bahwa akibat era digital, rasa bahagianya menjadi berkurang dan terus berkurang (direnggut). Digitalisasi telah membuat segala sesuatunya terasa hambar, semua serba tersentral pada sebuah perangkat andriod. Koran digital, rapat digital, transportasi digital, transaksi digital, bahkan dapur pun kini digital. Saya ingin menggarisbawahi yang terakhir yang menurut saya paling kronis. Digitalisasi dapur bukan berarti memasak lewat android, tapi aplikasi pemesanan makanan hasil dapur pihak ketiga. Banyak efek yang ditimbulkannya, dari keterampilan memasak yang jadi tenggalam hingga kosa kata alat masak (dapur) yang terancam asing dan akhirnya punah, serta banyak lagi. Pergeseran pola hidup terus mengalir dan digitalisasilah yang paling banyak memengaruhi. Akhirnya, digitalisasi memang membawa manfaat besar bagi kita dengan catatan tidak

Black Campaign

Gambar
Sebagai pengguna media sosial yang hampir setiap hari meluangkan waktu untuk bermedsos baik tuk update status, berbagi berita, foto-foto atau sekadar lihat-lihat info terbaru. Tiga hari ini saya melihat linimasa facebook diwarnai status dan berita mengenai Pemilukada. Wajar saja, karena memang lagi musimnya. Cuma yang jadi keresahan kemudian bahwa dari informasi yang lalu lalang di linimasa itu, saya melihat 80 % berisi upaya saling menjelekkan lawan atau black campaign. Belum lagi kalau kita coba memasuki grup-grup lapak Pilkada. Persentasenya bisa mencapai 100 %, tak usah saya ajak untuk menelusuri lagi kolom-kolom komentar. Sebagai contoh atas keresahan itu, di Pilwali Makassar misalnya yang kebetulan hanya dua pasang calon, dimana kubu satu yang tak henti-henti menyinyir soal "ketapan" kemudian balasan dari kubu dua yang nyiyir soal "kewajiban yang mesti dilunasi". Dua isu ini dan isu2 lain yang bikin geleng-gelng kepala aktif dilancarkan dan direpr

Memaknai Valentine Secara Positif

Gambar
Sejatinya, cinta itu mencipta kedamaian bukan kebencian. Makkah takluk oleh nabi karena cinta. Dunia diubah dengan cinta. Kemanusiaan pun terjalin karena cinta sekalipun ia dibatasi oleh ruang dan waktu. Maka lantaskah kita mendustai cinta? Tentang Valentine, bagi saya bagaimanapun ia dalam sejarah, atau ia dari ajaran mana saja, tak sepantasnya kita tanggapi atau bahkan perangi secara berlebihan. Maknailah ia secara positif. Bukankah pelajaran terbaik adalah sejarah. Sejarah Velantine kalau kita khatam pasti dapat pula menyimpulkan, apalagi sebagai kaum terpelajar, berjiwa agamis pula. Valentine, bukan berarti kalau saya lelaki harus menjadi Valentino karena bukan itu yang diinginkan sejarah. Tapi Velantine harus menjadi spirit yang mengajarkan kita tentang cinta dan kasih sayang dalam arti ataupun makna yang tanpa batas. Jadi Valentine tergantung bagaimana kita memaknainya, kalau memaknainya dengan benci maka barang tentu kebencianlah yang selalu membayangi kita, tapi bila memakn

Refleksi Kuliah Semantik dan Leksikografi

Gambar
"Kasri, excellent! Ibu senang dengan seluruh memori yg dituangkan dlm tulisan ini."  Begitu pesan ibu dosen setelah membaca refleksi ini, tanpa ditambah dan dikurangi. Jadi sesungguhnya esai ini tugas dari dosen,  sudah di stor dan dibaca dosen bersangkutan. Saya bagi di blog supaya yang lain juga dapat membacanya, semoga bermanfaat.