ISTIQOMAH DALAM BARISAN FASTABIQUL KHAERAT
“Inilah potret
perjalanan berikatanku sampai hari ini.
Dari seorang lugu, aku telah merangkak mengikuti arah retak tangan serta
terlibat dalam pusaran waktu yang senatiasa berjalan secara pasti dan penuh
liku. Tidak jarang sangat melelahkan walaupun tetap dibalik itu ada saja hikmah
dan kenikmatan tersendiri. Dikala berstatus mahasiswa baru cita-citapun
diproklamirkan, menjadi seorang aktivis kampus adalah impianku sajak masih di
bangku pelajar. Berangkat dari impian dan semangat itulah yang kemudian
mengantarkanku untuk segera mencari tempat berlabuh dalam merelisasikan apa
yang menjadi impian lama itu. Adalah Ikatan mahasiswa Muhammadiyah yang pada
akhirnya kupilih sebagai sebuah pilihan”.
***
Di bawah kolom
langit kampus biru Unismuh Makassar yang masih terus berproses menjadi (Unismuh),
yang sesungguhnya. Simbol jaz merah adalah sebuah teladan, wadah dan inspirasi.
Di tengah masyarakat kampus yang sangat beraneka warna, tipe dan ciri dengan beban
slogan kampus islami yang begitu berat, masa kini mahasiswa yang seakan tanpa
inspirasi, dan masa depan yang masih tak menentu, sosok immawan dan immawati
seakan menjadi oase di tengah padang kampus Unismuh. Berangkat dari pergumulan dari
berbagai penjuru mata angin dengan kesadaran kekaderan yang tinggi telah
membawa immawan dan immawati pada pergulatan spiritual, intelektual dan
humanitas. Pergulatan yang masih akan terus digeluti sebagai pilihan dan
panggilan hidup. Pilihan dan panggilan yang telah ditetapkan dengan kesadaran
moral dalam komitmen intelektual yang matang sebagai buah dari ciri “Anggun
dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”.
***
Sebagai
pengantar, tulisan ini adalah refleksi 4 tahun 2 bulan saya ber-IMM. Gambaran
untuk berbagi pengalaman sekaligus merupakan pertangunggugjawaban yang telah
ditetapkan, sikap yang telah diambil, dan tindakan yang telah dilakukan
sepanjang perjalanan ber-ikatan di kampus Unismuh Makassar.
Mengikuti
perkaderan Darul Arqam Dasar (DAD) pada akhir oktober 2009, oleh Pikom IMM FKIP
diakhir periode kepemimpinan Wawan Kurniawan dkk. Saya adalah salah satu kader
termuda secara akademik maupun usia. IMM FKIP, pada waktu itu telah memegang
predikat sebagai “komisariat terbesar sejagad raya” yang secara kultural melambangkan
sebuah kebesaran secara kuantitas jumlah kadernya.
Masa awal
aktif di komisariat, mengikuti rangkaian aktivitas follow up, kajian maupun
kepanitiaan. Termasuk untuk kali pertama tergabung dalam barisan massa
demonstran untuk kemudian yang terakhir ini sedikit sudah naik tahkta dari
sekedar massa pelengkap sekarang sudah menjadi orator bahkan pemimpin utama
dalam sebuah aksi demonstrasi. sebagai pesan pertama, inilah hasil dari suatu
proses.
Di lingkungan
komisariat FKIP, ada dua tipologi yang menjadi budaya sejak dahulu, kultur
hijab yang ketat dan kultur kebersamaan yang kuat baik dalam suka maupun duka.
Yang pertama ditandai dengan harus
aktifnya mengikuti kajian, sedang yang kedua
adalah terbangunnya hubungan emosional kader yang bermuara pada terjalin
baiknya silaturahim dan budaya saling mengingatkan diantara meraka.
Diusia sembilan
bulan sebagai seorang kader, dengan proses yang telah diikuti baik
diperkuliahan secara akademik maupun di komisariat. Pada akhirnya, saya
“mendinamisasikan” diri, dengan modal kepercayaan diri, melanjutkan kekaderan
IMM dengan mengikuti Darul Arqam Madya se-Indonesia Timur yang dilaksanakan di
Makassar pada bulan Agustus 2010. Dari sinilah awal kedewasaan untuk pemantapan
pilihan yang sesungguhnya, pelajaran yang begitu berharga untuk membuka
keauteintikan kehidupan, untuk selanjutnya melangkah sampai pada menjadi seorang
instruktur dan pucuk pimpinan komisariat di IMM FKIP periode 2011-2012 plus
januari 2013. Sebelum mencapai “pucuk kepemimpinan” di atas, ada yang perlu
untuk saya rekamkan kembali sebagai pelajaran, bahwasanya ini terbangun kembali
sebagai buah dari suatu proses. Terlebih dahulu saya harus melewati
pengembaraan intelektual dari suatu tempat ke tempat yang lain disertai
berbagai interupsi dalam mencari dan memperlihatkan apa yang menjadi buah
bangunan pikiran untuk lebih maju. Antara keterkungkungan dalam kultur atau
membuat terobosan baru, saya selalu melibatkan diri dalam dialog yang disertai
dengan sikap kritis. Saya ingin memperlihatkan bahwa IMM FKIP bisa tampil
dengan wajah baru yang lebih dinamis dan berkemajuan, tak lagi dikatakan
eksklusif sebagaimana yang dialamatkan orang luar IMM FKIP itu sendiri. Proses atau
struktur pengalaman inilah yang kembali membentuk, dan pesan yang kembali ingin
saya sampaikan, jadilah sesosok kader yang bebas dan merdeka, tanda kutip tetap
dalam landasan etika dan organisasi.
***
Di antara
sebab mengapa seorang kader tetap istiqomah dalam barisan fastabiqul khaerat,
selain karena konsistensi akan bai’at yang pernah dilontarkannya, juga karena
beban nilai investasi perjuangan dan pengorbanan yang tentunya semua tak dapat terhitung
lagi secara material, sehingga pada kesimpulannya karena telah begitu
menyatunya IMM dalam dirinya. IMM adalah sumber inspirasi. Selain sebagai tawaran
nilai, kekuatan sosial dan sensibilitas, sisi lain yang penting untuk dicermati
adalah kembali kepada proses (keburuntungan dan kesempatan) yang diberikan. IMM
adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tentunya selesai di IMM bukan
berarti selesai pula karier organisasi kita, melainkan masih banyak pilihan,
melanjutkan kaderisasi berjenjang ke Pemuda Muhammadiyah bagi Immawan ataupun
Nasyhiatul Aisyah bagi immawati untuk selanjutnya ke Muhammadiyah dan Aisyah,
atau memantapkan diri sebagai kader umat dan usahawan ataupun bahkan dengan
modal kematangan yang didapatkan di ikatan dapat terjun berjuang dalam dunia
politik sebagai kader bangsa. Sebagai pesan yang kembali ingin saya sampaikan
bahwa keistiqomahan dan ketekunan akan suatu proses itulah yang akan
mengantarkan seorang kader untuk menemukan kearifan, menemukan diri untuk diarahakan ke arah yang
sebenar-benarnya.
Pada akhirnya, inilah posisi saya
sebagai seorang kader IMM di Unismuh. Hampir semua dari perjalanan
kemahasiswaan telah tercurahkan untuk suatu pergulatan. Pergulatan untuk sebuah
perubahan, nilai, cita-cita, dan independensi yang dalam memperjuangkannya
harus dibayar mahal dengan banyak tudingan miring : “kader pembangkang”, “kader
sekuler”, “kader titipan”, dan lain sebagainya. Yang Semua kritik itu mesti
diterima dengan lapang dada tanpa menciutkan nyali untuk terus ber “fastabiqul
khaerat” dan turut memperjuangkannya serta sekaligus tetap memperkaya khasanah
pengetahuan dan pengalaman dari suatu proses.
Sampai kini,
saya sendiri masih tetap dalam suatu proses. Menyampaikan gagasan, memberi
tawaran dan motivasi kepada kader-kader IMM yang lain, walaupun dengan model
yang sangat variatif, memegang prinsip pada situasi tertentu “menjadi Khaidir,
dikala kalian sebagai Musa” dan banyak lagi yang lain. Proses ini pun masih
panjang dikala tetap masih jua diberikan umur oleh sang pencipta, masih akan
banyak liku bahkan duri. Begitu pula semua kader yang juga tetap istiqomah
dalam prosesnya(semoga juga pembaca). Kesulitan dan tantangan bagaimanapun, mesti tetap dilewati atau bahkan
dijadikan sebagai peluang untuk terus bergerak tanpa henti. Amanah sebagai
kader, sekbid Dakwah (2010-2011), ketua umum komisariat IMM FKIP Unismuh
(2011-2012), sekarang ketua Korkom IMM Unismuh dan BPH PC. IMM Kota Makassar
(2013-2014), yang kesemua dalam prosesnya telah membawa saya kepada pusaran perkembangan
pergaulan dan penelusuran yang lebih luas secara sosial dan budaya baik dalam
lingkup kampus Unismuh maupun dalam tataran kampus se kota Makassar.
“Kepada kader-kader
ikatan aku ingin tekankan
benar bahwa yang harus dibela adalah ikatan sebagai
institusi. Maka jika tidak mantap misalnya dengan pimpinan ataupun kader yang lain, jangan lalu meninggalkannya, bergabung dengan yang lain.
Terlibat dalam Ikatan
membutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Berbagai masalah pasti mucul, kadang
bertubi-tubi, untuk
itu tetaplah yang istiqomah” (adopsi
pesan dari Buya Syafi’i Maarif untuk kader-kader muda Muhammadiyah)
Cat judul:
ISTIQOMAH: Senjata perjuangan.
DALAM BARISAN: Arus Keras yang
dinamis.
FASTABIQUL KHAERAT: Semangat yang membuat
senjata itu berarti.
*Ditulis dalam rangka refleksi intelektual Pikom IMM FKIP Musykom XXIII
Komentar
Posting Komentar