Kesahajaan dan Kesederhanaan Kiai Baharuddin Pagim



MENGALIR bagai air, itulah prinsip hidup KH. Baharuddin Pagim. Jabatan dan tugas Da’i dianggapnya sebagai amanah, bukan untuk memperkaya diri.
Untuk pertema kalinya berkunjung ke jalan Satando, saya singgah di Masjid Hisbul Wathan, karena sesuai informasi yang saya peroleh Rumah Kiai Bahar tak jauh dari Masjid tersebut.  “di sekitar masjid tidak adami itu yang tidak tahu kalau tanyaki rumahnya Kyiai bahar,” Jelas Alfan, orang dekat Kiai Bahar saat saya hubungi via telepon.

Sesaat singgah di masjid, belum selesai pertanyaan saya ke penjaga Masjid akan lokasi tepatnya rumah Kyiai Bahar, tiba-tiba mobil Toyota  kijang tua berhenti di samping masjid. Tampak turun dari mobil Kyiai Bahar. “Alhamdulillah, tepat . dia yang saya cari dan ingin kutemui,” Gumamku dalam hati.Rumah Baharuddin Pagim bernomor 8A, tidak tampak dari luar. Saya harus masuk ke gang yang luasnya sekitar satu meter. Lorong tersebut buntu, panjangnya hanya sekira 20 meter. Ada empat rumah berhadap-hadapan. Di ujung lorong tersebut, sebelah kanan terdapat sebuah rumah tembok berwarna pink. Di bagian atas rumah tembok tersebut, juga dibuat ruangan yang berlantaikan papan.

Saya beranjak mengikuti, Baharuddin Pagim memang baru saja pulang dari Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara, Sudiang. Saat saya masuk, beliau sedang melepas sepatunya. Kebetulan saya sudah pernah bertemu sebelumnya jadi bisa langsung sok mengakrabkan diri, di sebuah ruang tamu yang luasnya hanya sekitar empat meter persegi dalam rumah yang ditempatinya sejak tahun 1959.

Tampak lelah dalam diri Baharuddin Pagim "Saya baru tiba dari Gombara. Ya namanya amanah meski dalam keadaan begini, tetap harus ditunaikan. Sebenarnya tugas ini saya minta diserahkan saja ke yang lain, tapi katanya tidak ada lagi selain saya," ujar lelaki berusia 74 tahun ini.

Baharuddin memang  terbilang  adalah orang sibuk. Usia, tidak menjadi halangan baginya untuk tetap beraktivitas, baik sebagai direktur di Pesantren maupun sebagai pimpinan  persyarikatan Muhammadiyah. Dalam menjalankan kesibukannya, Baharuddin hanya kerap ditemani mobil Toyota Kijang tua dan sopirnya yang juga sudah agak uzur.

Kebersahajaan inilah ciri khas dan prinsip sejati dari mantan Ketua PW Muhammadiyah Sulsel ini sehingga disukai banyak orang, termasuk rekan-rekannya sesama warga persyarikatan Muhammadiyah. Itulah sebabnya, di Musywil Muhammadiyah terakhir meski sudah tidak berharap lagi masuk pimpinan 13, tetapi toh kepercayaaan dan pilihan Warga Muhammadiyah Sulsel tak bisa dinafikannya.

Baharuddin memulai karirnya di Muhammadiyah sebagai Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ujung Tanah, kemudian sebagai Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Makassar.

Sementara itu, di lingkup Departemen Agama (Depag), Baharuddin adalah seorang guru madrasah pada 1963. Kemudian Ia dipanggil masuk ke Kantor Wilayah (Kanwil) Depag Sulsel pada 1984. Selanjutnya, Baharuddin pensiun pada 2000 dengan jabatan terakhir Kasi MTQ dan HBI Kanwil Depag Sulsel.

Kepercayaan masyarakat terhadap Baharuddin tidak dibuat-buat, melainkan berangkat dari jiwa zuhud nya. Di lingkungan tempat tinggalnya, lelaki kelahiran Wajo, 31 Agustus 1940 ini juga dikenal sebagai orang yang peramah. Para warga sekitar rumahnya, mengaku tidak pernah melihat Ustaz Bahar terlibat konflik dengan tetangga sekitar.  Makanya ketika pernah berniat pindah dari lingkungan tersebut, tak satupun warga yang mengizinkannya. Hal itu juga diakui Baharuddin Pagim.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Falsafah Hari, Pesan Untuk Kader IMM

Belajar Dari Prof dr Budu

Tuberculosis di Tengah Pandemi Corona