Buya Sang "Guru Bangsa" yang Sering Dikafirkan


Kasri yang tersenyum sumbringah saat pertama kali berjumpa langsung dengan Buya Syafii Maarif, beberapa tahun silam

Keberpihakan menjadikan seseorang bersiap diri ditentang, dibuly. Jika tidak siap maka bijaksananya adalah diam.(Stewart, 2011).

Saya merasa kira-kira begitulah sikap Buya Ahmad Syafii Maarif, keberpihakan dan siap ditentang. Dengan kasus Ahok yang dituding telah menistakan Al Qur'an lewat Al Maidah 51, Buya bisa saja tak akan dibuly habis-habisan seperti beberapa hari ini, jika ia diam atau tidak perlu menanggapi semua permintaan media terkait sikapnya tentang kasus Ahok ini. Tetapi Buya memilih idealisme dan lebih baik dibaik dibuly daripada diam melihat segala subjektivisme banyak pihak dalam menilai kasus Ahok ini.

Tanpa ingin menulis kembali pendapat-pendapat Buya tentang persoalan Ahok ini, saya kira beliau sudah memikirkan semuanya termasuk konsekwensinya. Toh dibuly, di tuduh antek barat, liberal, bahkan kafir bukanlah hal baru bagi Buya untuk dialamatkan kepadanya. Sudah sejak lama Buya berani melawan arus dan sepanjang itu pula ia selalu ditentang walalupun akhirnya apa yang disuarakannya belakangan selalu mengungkapkan sendiri kebenarannya.

Itulah prinsip Buya, makanya gelar "Guru Bangsa" disematkan kepadanya. Ia pembaharu yang berpikirnya jauh ke depan (melampaui zamannya) sehingga kadang kita tak dapat menjangkaunya dalam sesaat. Kalau menurut beliau sendiri, "sudah jadi kelaziman bahwa kapanpun dan dimanapun itu setiap pembaharu pasti ditentang, meski toh belakangan diam-diam diikuti."

Patut dinanti apakah pendapat Buya kali ini kembali akan mengungkap sendiri kebenarannya, atau sebaliknya kali ini kebenaran ada pada pihak penentang? Berikan kesempatan pada waktu untuk menjawab, yang jelas siapa pun yang kemudian benar, biarlah kebenaran itu mengungkapkan sendiri kebenarannya, tanpa klaim sepihak apalagi membully kubu lain yang dianggap tidak benar, mengkafirkan pula.

Buya bukan untuk dibuly, tapi digurui!
Oh iya, Selamat Hari Pahlawan Buya "Guru Bangsa".

Tamajene, 10 November 2016
(Bukan-ji Pendukung Ahok)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Falsafah Hari, Pesan Untuk Kader IMM

Belajar Dari Prof dr Budu

Tuberculosis di Tengah Pandemi Corona