Islam di Zaman Kacau, Ingin Menyenangkan Tuhan tapi Menyusahkan Manusia


(Catatan dari Diskusi Buku Islam Tuhan Islam Manusia)

Tuhan menyebut Islam rahmat bagi semesta alam. Karena sebagai agama manusia, orientasi keberagaaman seharusnya adalah membahagiakan manusia. Karenanya, aneh jika ada orang beragama tapi menyusahkan manusia dengan alasan untuk menyenangkan Tuhan. Bahkan, membinasakan manusia demi Tuhan.

Demikian benang merah ungkapan Dr Haidar Bagir dalam diskusi Buku “Islam Tuhan, Islam Manusia” oleh Pusat Kajian Islam Sains dan Teknologi (Puskaistek) UIN Alauddin Makassar kerjasama dengan Penerbit Mizan dan Islam Cinta, di Gedung Lecture Theatre (LT) Kampus II UIN Alauddin Samata, Jum’at (21/04) sore.

Buku dengan judul lengkap “Islam Tuhan, Islam Manusia, Agama dan Spritualitas di Zaman Kacau” merupakan buku terbaru Haidar Bagir, terbit Maret 2017. Pada diskusi tersebut, hadir sebagai panelis Guru Besar UIN Alauddin, Prof Dr M Qasim Mathar dan moderator Wahyuddin Halim, Ph.D, dosen Fakultas Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar.

Haidar menjelaskan dua alasannya menjuduli bukunya Islam Tuhan, Islam Manusia. Pertama, “Islam datang dari Tuhan tapi yang sampai kepada kita  selalu Islam manusia, yaitu Islam yang ditafsir oleh manusia. Dan tafsir selalu bisa benar, bisa salah. Sejalan dengan itu tafsir bisa beragam,  tergantung banyak hal. Bahkan mungkin saja ada lebih dari satu tafsir yang benar. Tergantung konteks dan sudut pandang. Konsekwensinya, tidak boleh ada yang monopoli kebenaran,” buka Haidar.

Kedua, judul buku mencerminkan sifat Islam sebagai agama yang diturunkan Tuhan untuk manusia, yaitu untuk kebaikan mereka. “Saya mau tanya, siapa sebenarnya yang butuh agama, Tuhan atau manusia?” yang kemudian dijawab para peserta “Manusia”.

“Jadi bukan Tuhan yang butuh agama. Agama diturunkan Tuhan sebagai penuntun untuk kebahagiaan umat manusia,” jelas pria kelahiran Surakarta 60 tahun silam ini.

Islam, kata Haidar seperti disebut Tuhan adalah rahmat bagi semesta alam, orientasinya adalah membahagiakan manusia. “Maka bahagiakanlah Tuhanmu dengan membahagiakan manusia, jangan justru menebar kebencian karena beda tafsir beda pendapat, apalagi sampai mengkafirkan sesama muslim,” tuturnya.

Oleh karena itu, tambah Haidar, manusia sudah seharusnya membangun kesadaran, yakni menebar kasih-sayang kepada semesta alam. Ia kemudian mengutip Imam Ja’far yang disebutnya sebagai Imam dari para imam, “Apalagi agama itu kalau bukan cinta? Agama itu cinta dan cinta itu agama.”

“Kita akan jadi pegikut agama yang baik jika benar-benar bisa jadi khalifahnya, mari berislam sebaik-baiknya dengan Islam manusia. Kalau tidak, kita bisa terjerumus sehingga berlagak jadi Tuhan dan keislaman kita malah jadi bencana,” ajak pendiri penerbit Mizan ini.

Diakhir, pemikir Muslim yang masuk di dalam daftar 500 Most Influential Muslims ini menunjukkan peta dan isi buku yang terdiri dari lima bagian, yakni masalah, khazanah, pendekatan I, pendekatan II, dan solusi. Dimana secara keseluruhan membahas tentang Islam manusia, yang diupayakan bisa mendekati Islam Tuhan, sambil mengajak menjadikan Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam.

Catatan ini juga dapat dibaca di khittah.co

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Falsafah Hari, Pesan Untuk Kader IMM

Belajar Dari Prof dr Budu

Tuberculosis di Tengah Pandemi Corona