'Ammuntuli Bulang'


Kerinduan setelah berpisah selama kurang lebih sebelas bulan lamanya, menjadikan Ramadhan begitu dinanti kehadirannya dan disambut dengan penuh suka cita.

Dari masjid yang dibersihkan untuk lebih bersih dari sebelumnya, volume speaker yang disetel untuk lebih mengaung dari sebelumnya, jamaah masjid yang tiba-tiba melimpah ruah dari sebelumnya, sajadah yang keluar dari kediamannya, kitab Quran yang keluar dari musiumnya, hingga pedagang cendol dan es buah musiman yang akan kembali menghiasi sepanjang jalan-jalan.

Ramadhan memang seolah membangunkan banyak kebiasaan yang tak siuman selama berbulan-bulan di luar bulan tersebut, sehingga wajar adanya kalau orang beramai-ramai menyambutnya dengan suka cita.

Di rumah kami, sebagaimana juga di Ramadhan-ramadhan sebelumnya, selain kebiasaan pada umumnya, kami menyambut ramadhan dengan sebuah tradisi yang kemudian kami menyebutnya 'ammuntuli bulang' (menyambut bulan).

Saya tidak tahu pasti asal usul dari tradisi ini, pun tujuan dan subtansi utamanya, tapi saya berusaha memaknai bahwa tradisi ini mengandung filosofi yang cukup dalam untuk memetik banyak pelajaran bahwa Ramadhan (bulan puasa) ini bukan bulan biasa, sebab ia disambut dengan serba istimewa. Seistimewa bulan suci ini pada hakikatnya.

Selamat datang 01 Ramadhan 1437 Hijriyah

Subuh hari di Lorong 1 Urip Sumoharjo, 06 Juni 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Falsafah Hari, Pesan Untuk Kader IMM

Belajar Dari Prof dr Budu

Tuberculosis di Tengah Pandemi Corona